Jumat, 16 Mei 2008

Profil Ketegaran seorang Ayah


Tak sekedar ketabahan

Profil keteguhan seorang ayah, tak bisa ukur oleh keteguhannya menyembunyikan senyum setiap beban yg meringkihkannya. Butuh kesediaan lelah untuk menggambarkan bagaimana mulianya seorang ayah yang mengkhawatirkan masa depan kita. Ayah adalah sosok yangg berperan besar dalam pembentukan karakter kita. Setelah diri kita.

Masih teringat, dalam buaiannya, perlindungannya -wujud cinta pada anaknya- melindungi anaknya sekokoh karang nan gagah. Tak akan dibiarkan anaknya kelaparan bahkan sekedar kedinginan. Kasih, sayang, cinta, dan kepedulian itulah yang menyatu dalam tubuh kita. Kita tak bisa membantah kalau dalam tubuh kita ada darahnya. Kita tidak bisa membantah bahwa di balik tatapan dan sorot mata kita juga ada ayah yang telah memberikan segala-galanya untuk kita. Letih bekerja sirna dengan kesuksesan anaknya yang membayang. Kebingungan memikirkan biaya hidup tak dirasa, selalu menampakkkan ketegaran yang tiada tara sehingga diusapnya kita dengan kenyamanan. Pada saat itu ia berharap kita akan menjadi anak yang bisa menyejukkan hatinya. Saat itu harapan yang terpatri di hatinya adalah agar kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah, berbakti pada keluarga, masyarakat, agama, dan negara. Pada saat itu sebuah harapan agar kita bisa menjadi kebanggaannya suatu saat nanti.

Cepat berlalu kenangan itu, sekejap menjadi dewasa, bertambah beban lagi. Kebutuhan hidup menjemput. Keputusan sepihak darinya kadang dirasa beban dan vonis. Tapi itu semua adalah demi kebaikan sang tulang punggung keluarga. Harapannya, torehan tangan kekarnya menghendaki anak tak layu di telan zaman, tak goyah diterjang badai. Agar anak tidak terlena dimasa kecil yang mengakibatkan hanya kemalasan yang tercipta. Sisi kehidupannya penuh etos semangat mengajar kebaikan sang anak

Menata mekanisme pewarisan dari sifat ayah sangat rumit dan selalu tak sama. Pewarisan yang tak akan utuh. Membuat anak musti merenungkan pahatan-pahatan watak yang terukir lewat kerasnya didikan ayah pada lembar sejarah hidup bersama kenangannya. Walau kadang bukan sebagai tempat labuhan kesah, tapi selalu siap jadi partner menyelami konflik. Membangun ketegaran; resistan menyikapi suatu masalah. Bukan dalam jangka pendek tapi sudut pandang dengan radius jauh dan utuh menyeluruh. Ketika cahaya dewasa mulai nampak pada diri anak, semakin ia rapatkan simpul-simpul bimbingan. Interaksi yang tak terlalu dekat tetapi sentuhan pewarisan karakter yang kuat.

Begitu piawai dan kritis menyusupkan karakter laki-laki. Prinsip pembinaan kepribadian yang ingin ditularkan. Karakter tidak mutlak bercermin pada ayahnya, tapi bisa memadukan dengan karakter pada sosok sepanjang jalan hidupnya.

Bukti nyata, bila bulir-bulir penanaman moral mengakar erat, maka ketegasanlah yang tercipta.

Sosok ayah sebagai profil yang dengan keteguhannya membimbing anak saat mulai menyusuri usia, menjadikan anak memiliki jelas tujuan hidup-dengan beban yang mengiringinya-. Daya juangnya melampaui postur tubuhnya. Daya pikirnya tak terhalang pendidikan. Penanaman akhlak anaknya semahir seorang ustad. Pengorbanan totalitas yang dihibahkan demi sang anak, bukan sekedar ketabahan tanpa tangis sewaktu musibah datang. Kehadiran nelangsa yang mengoyak ia simpan rapat. Kecemasan jadikan sang anak terbaik.

Kita tidak akan pernah bisa membalas jasa-jasanya sekalipun kita menghadiahkan segunung emas ketika beliau berulang tahun. Mengapa? Karena kasih pada buah hatinya seperti air yang mengalir deras. Tak pernah henti.

Tidak ada komentar: